Evi Sulistyorini
Rabu, 10 April 2013
Bung Karno dan Bung Hatta Presiden Indonesia Pertama
Ir.
Soekarno adalah
Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 – 1966. Ia memainkan
peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia
adalah penggali Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia bersama
dengan Mohammad Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945.
Ir. Soekarno
atau yang lebih dikenal rakyat Indonesia dengan nama Bung Karno dalam lembaran
sejarah ketatanegaraan Indonesia tercatat sebagai Presiden Republik Indonesia
yang pertama. Tetapi peranan beliau dalam perjuangan bangsa Indonesia
sebenarnya jauh lebih luas. Beliaulah bersama Drs. Moh. Hatta membacakan
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, sehingga diberi
predikat Bapak Proklamator. Selain itu beliau juga diakui sebagai Bapak Bangsa
(founding fathers) yang banyak berperan dalam membangkitkan, memberikan jati
diri bangsa dan kemudian meletakkan dasar Negara Republik Indonesia, Pancasila,
yang pertama kali dilontarkan pada 1 Juni 1945.
Secara umum, hubungan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden
dengan Soekarno sebagai Presiden, sangat dinamis, bahkan kadang-kadang terjadi
gejolak. Hatta adalah pengkritik paling tajam sekaligus sahabat hingga akhir
hayat Soekarno. Dinamika hubungan Soekarno dengan Mohammad Hatta sangat
dipengaruhi oleh konfigurasi politik yang berlaku pada saat itu. Moh. Mahfudz,
(1998:373-375) dalam Politik Hukum di Indonesia, secara lebih spesifik
menguraikan perkembangan konfigurasi politik Indonesia ketika itu sebagai
berikut:
Pertama, setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945, terjadi pembalikan arah dalam penampilan konfigurasi politik. Pada
periode ini konfigurasi politik menjadi cenderung demokratis dan dapat
diidentifikasi sebagai demokrasi liberal. Keadaan ini berlangsung sampai tahun
1959, dimana Presiden Soekarno menghentikannya melalui Dekrit Presiden 5 Juli
1959. Pada periode ini pernah berlaku tiga konstitusi, yaitu UUD 1945,
Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950. Konfigurasi politiknya dapat diberi satu
kualifikasi yang sama, yaitu konfigurasi politik yang demokratis. Indikatornya
adalah begitu dominannya partai-partai politik.
Kedua, konfigurasi politik yang demokratis pada
periode 1945-1959, mulai ditarik lagi ke arah yang berlawanan menjadi otoriter
sejak tanggal 21 Februari 1957, ketika Presiden Soekarno melontarkan konsepnya
tentang demokrasi terpimpin. Demokrasi Terpimpin merupakan pembalikan total
terhadap sistem demokrasi liberal yang sangat ditentukan oleh partai-partai
politik melalui free fight (Yahya Muhaimin, 1991:42, Bisnis dan
Politik, Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia 1950-1980. Jakarta : LP3ES).
Sejak zaman pergerakan nasional, hubungan Soekarno dengan
Mohammad Hatta yang seringkali disebut Dwitunggal, terjalin dengan baik. Sejak
tahun 1930-an, keduanya telah beberapa kali ditahan dan diasingkan oleh
pemerintah kolonial Belanda, karena dianggap berbahaya bagi pemerintahan
kolonial. Pada masa pendudukan Jepang, kedua tokoh ini mendapatkan pengakuan
sebagai wakil-wakil rakyat Indonesia.
Pada saat penyusunan naskah Proklamasi, keduanya terlibat
dalam proses penyusunan naskah teks proklamasi kemerdekaan. Pada detik-detik
menjelang pembacaan naskah proklamasi, Soekarno menolak desakan para pemuda
untuk membacakan teks proklamasi lebih awal karena Mohammad Hatta belum datang.
Ketika itu, Bung Karno berkata: “Saya tidak akan membacakan Proklamasi
kemerdekaan jika Bung Hatta tidak ada. Jika mas Muwardi tidak mau menunggu Bung
Hatta, silahkan baca sendiri, jawab Bung Karno kepada dr. Muwardi salah
satu tokoh pemuda pada waktu itu yang mendesak segera dibacakan teks
Proklamasi. Begitu percayanya Soekarno kepada Mohammad Hatta, pada tahun
1949, ia meminta agar Mohammad Hatta selain menjadi Wakil Presiden, sekaligus
juga menjadi Perdana Menteri.
Mohammad Hatta selalu menekankan perlunya dasar hukum dan
pemerintahan yang bertanggung jawab, karena itu Hatta tidak setuju ketika
Presiden Soekarno mengangkat dirinya sendiri sebagai formatur kabinet yang
tidak perlu bertanggung jawab, tidak dapat diganggu gugat, serta menggalang
kekuatan-kekuatan revolusioner guna membersihkan lawan-lawan politik yang tidak
setuju dengan gagasannya. Konflik ini mencapai puncaknya. Setelah pemilihan
umum 1955, Presiden Soekarno mengajukan konsep Demokrasi Terpimpin pada tanggal
21 Februari 1957 di hadapan para pemimpin partai dan tokoh masyarakat di Istana
Merdeka. Presiden Soekarno mengemukakan Konsepsi Presiden, yang pada pokoknya
berisi:
- Sistem Demokrasi Parlementer secara Barat, tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia, oleh karena itu harus diganti dengan Demokrasi Terpimpin.
- Untuk pelaksanaan Demokrasi Terpimpin perlu dibentuk suatu kabinet gotong royong yang angotanya terdiri dari semua partai dan organisasi berdasarkan perimbangan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Konsepsi Presiden ini, mengetengahkan pula perlunya pembentukan Kabinet Kaki Empat yang mengandung arti bahwa keempat partai besar, yakni PNI, Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI), turut serta di dalamnya untuk menciptakan kegotongroyongan nasional.
- Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri dari golongan-golongan fungsional dalam masyarakat. Dewan Nasional ini, tugas utamanya adalah memberi nasihat kepada Kabinet, baik diminta maupun tidak diminta.
Dengan konsep yang diajukan Soekarno itu, Hatta menganggap
Bung Karno sudah mulai meninggalkan demokrasi dan ingin memimpin segalanya.
Sebagai pejuang demokrasi, ia tidak dapat menerima perilaku Bung Karno.
Padahal, rakyat telah memilih sistem demokrasi yang mensyaratkan persamaan hak
dan kewajiban bagi semua warga negara dan dihormatinya supremasi hukum. Bung
Karno mencoba berdiri di atas semua itu, dengan alasan rakyat perlu dipimpin
dalam memahami demokrasi yang benar. Jelas, bagi Bung Hatta, ini adalah sebuah contradictio
in terminis.
Di satu sisi ingin mewujudkan demokrasi, sedangkan di sisi
lain duduk di atas demokrasi. Pembicaraan, teguran, dan peringatan terhadap
Soekarno, sahabat seperjuangannya, telah dilakukan. Tetapi Soekarno tidak
berubah sikap. Sebaliknya, Hatta pun tidak menyesuaikan dirinya dengan
pandangan sikap dan pendapat Soekarno.
Mohammad Hatta telah mengundurkan diri sebagai Wakil
Presiden, sebelum Soekarno menyampaikan konsep Demokrasi Terpimpin secara
resmi. Pada tanggal 1 Desember 1956, Mohammad Hatta mengirimkan surat
pengunduran dirinya sebagai Wakil Presiden kepada DPR hasil Pemilihan Umum
1955. Pada tanggal 5 Februari 1957 berdasarkan Keputusan Presiden No. 13 Tahun
1957, Presiden Soekarno memberhentikan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden.
Namun, pengunduran diri Mohammad Hatta dari posisi Wakil Presiden tidak
mengakibatkan hubungan pribadi keduanya menjadi putus. Bung Karno dan Bung
Hatta tetap menjaga persahabatan yang telah mereka jalin sejak lama.
Pengunduran diri ini lebih disebabkan oleh karena perbedaan
pendapat dengan Presiden. Pengunduran diri Mohammad Hatta sebagai Wakil
Presiden, tidak diikuti dengan gejolak politik. Juga tidak ada tekanan-tekanan
dari pihak luar. Perbedaan pendapat antara Mohammad Hatta dengan Soekarno,
lebih kepada visi dan pendekatan Mohammad Hatta yang berbeda dengan
Soekarno dalam mengelola Negara. Perbedaan itu, sesungguhnya telah terjadi
sejak awal. Namun, perbedaan itu makin memuncak pada pertengahan tahun 1950-an.
Soekarno menganggap revolusi belum selesai, sementara Hatta menganggap sudah
selesai sehingga pembangunan ekonomi harus diprioritaskan (Adnan Buyung
Nasution, Refleksi Pemikiran Hatta Tentang Hukum dan HAM, Jakarta:
CIDES, 20 Juni 2002).
Meskipun telah mengundurkan diri, banyak orang yang
menghendaki agar Bung Hatta aktif kembali. Di dalam Musyawarah Nasional tanggal
10 September 1957, dibahas “Masalah Dwitunggal Soekarno-Hatta Demikian pula
di DPR, beberapa anggota DPR mengajukan mosi mengenai “Pemulihan Kerjasama
Dwitunggal Soekarno-Hatta. DPR kemudian menerima mosi mengenai Pembentukan
Panitia Ad Hoc untuk mencari “bentuk kerjasama Soekarno-Hatta. Panitia itu
dibentuk pada tanggal 29 November 1957 dan dikenal sebagai Panitia Sembilan?,
yang diketuai oleh Ahem Erningpraja. Namun, Panitia Sembilan ini dibubarkan
pada Bulan Maret 1958 tanpa menghasilkan sesuatu yang nyata (Sekretariat Negara
RI, 1981: 30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964).
Pada sisi lain, Mohammad Hatta adalah Wakil Presiden yang
mampu menjadi satu kesatuan dengan Presiden Soekarno, sehingga seringkali
disebut Dwitunggal. Pelaksanaan konsep Dwitunggal Soekarno-Hatta telah
menempatkan kedudukan dan fungsi Wakil Presiden menjadi sama dengan Presiden,
padahal menurut UUD 1945 kedudukan Wakil Presiden adalah sebagai Pembantu
Presiden? serta dapat menggantikan Presiden jika Presiden berhalangan. Fenomena
ini menjadi semakin jelas apabila diperhatikan praktik ketatanegaraan yang
berlangsung antara tahun 1945 sampai tahun 1956. Pada masa ini, Wakil
Presiden banyak melakukan tindakan mengumumkan/ mengeluarkan peraturan
perundang-undangan antara lain, Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16 Oktober
1945; Maklumat Pemerintah tanggal 17 Oktober 1945 tentang Permakluman Perang;
Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 tentang pendirian partai politik;
dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1946 tentang Keadaan Bahaya.
Pada saat berlaku UUD RIS 1949 dan UU Nomor 7 Tahun
1949 tentang Penunjukkan Pemangku Sementara Jabatan Presiden Republik
Indonesia, Indonesia menganut sistem parlementer. Jika keadaan ini dihubungkan
dengan persoalan Presiden berhalangan serta pengisian jabatannya untuk
sementara oleh Wakil Presiden, maka tindakan yang dilakukan oleh Wakil Presiden
di bidang ketatanegaraan dapat ditafsirkan sebagai suatu pengisian jabatan
Presiden untuk sementara oleh Wakil Presiden. Dari sudut konsep Dwitunggal,
maka tindakan Wakil Presiden merupakan perwujudan dari konsep itu.
Dari sisi pemerintahanannya, orde Lama adalah sebutan bagi
masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia. Orde Lama berlangsung dari
tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan
bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Di saat
menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan
parlementer. Presiaden Soekarno di gulingkan waktu Indonesia menggunakan sistem
ekonomi komando.
Fase pertama
pemerintahan Presiden Soekarno (1945-1959) diwarnai semangat revolusioner,
serta dipenuhi kemelut politik dan keamanan. Belum genap setahun menganut
sistem presidensial sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945, pemerintahan Bung Karno
tergelincir ke sistem semi parlementer. Pemerintahan parlementer pertama dan
kedua dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Pemerintahan Sjahrir
dilanjutkan oleh PM Muhammad Hatta yang merangkap Wakil Presiden.
Kepemimpinan
Bung Karno terus menerus berada di bawah tekanan militer Belanda yang ingin
mengembalikan penjajahannya, pemberontakan-pemberontakan bersenjata, dan
persaingan di antara partai-partai politik. Sementara pemerintahan parlementer
jatuh-bangun. Perekonomian terbengkalai lantaran berlarut-larutnya kemelut
politik.
Ironisnya,
meskipun menerima sistem parlementer, Bung Karno membiarkan pemerintahan
berjalan tanpa parlemen yang dihasilkan oleh pemilihan umum. Semua anggota DPR
(DPGR) dan MPR (MPRS) diangkat oleh presiden dari partai-partai politik yang
dibentuk berdasarkan Maklumat Wakil Presiden, tahun 1945.
Demi kebutuhan
membentuk Badan Konstituante untuk menyusun konstitusi baru menggantikan UUD
1945, Bung Karno menyetujui penyelenggaraan Pemilu tahun 1955, pemilu pertama
dan satu-satunya Pemilu selama pemerintahan Bung Karno. Pemilu tersebut
menghasilkan empat besar partai pemenang yakni PNI, Masjumi, NU dan PKI.
Usai Pemilu, Badan Konstituante yang disusun berdasarkan hasil Pemilu, mulai bersidang untuk menyusun UUD baru. Namun sidang-sidang secara marathon selama lima tahun gagal mencapai kesepakatan untuk menetapkan sebuah UUD yang baru.
Menyadari bahwa negara berada di ambang perpecahan, Bung Karno dengan dukungan Angkatan Darat, mengumumkan dekrit 5 Juli 1959. Isinya; membubarkan Badan Konstituante dan kembali ke UUD 1945. Sejak 1959 sampai 1966, Bung Karno memerintah dengan dekrit, menafikan Pemilu dan mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup.
Pemerintahan parlementer yang berpegang pada UUD Sementara, juga jatuh dan bangun oleh mosi tidak percaya. Akibatnya, kondisi ekonomi morat-marit. Sementara itu, para pemimpin Masjumi dan PSI terlibat dalam pemberontakan PRRI/Permesta. Kemudian, Bung Karno membubarkan kedua partai tersebut.
Usai Pemilu, Badan Konstituante yang disusun berdasarkan hasil Pemilu, mulai bersidang untuk menyusun UUD baru. Namun sidang-sidang secara marathon selama lima tahun gagal mencapai kesepakatan untuk menetapkan sebuah UUD yang baru.
Menyadari bahwa negara berada di ambang perpecahan, Bung Karno dengan dukungan Angkatan Darat, mengumumkan dekrit 5 Juli 1959. Isinya; membubarkan Badan Konstituante dan kembali ke UUD 1945. Sejak 1959 sampai 1966, Bung Karno memerintah dengan dekrit, menafikan Pemilu dan mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup.
Pemerintahan parlementer yang berpegang pada UUD Sementara, juga jatuh dan bangun oleh mosi tidak percaya. Akibatnya, kondisi ekonomi morat-marit. Sementara itu, para pemimpin Masjumi dan PSI terlibat dalam pemberontakan PRRI/Permesta. Kemudian, Bung Karno membubarkan kedua partai tersebut.
Pada fase
kedua kepemimpinannya, 1959-1967, Bung Karno menerapkan demokrasi terpimpin.
Semua anggota DPRGR dan MPRS diangkat untuk mendukung program pemerintahannya
yang lebih fokus pada bidang politik. Bung Karno berusaha keras menggiring
partai-partai politik ke dalam ideologisasi NASAKOM—Nasional, Agama dan
Komunis. Tiga pilar utama partai politik yang mewakili NASAKOM adalah PNI, NU
dan PKI. Bung Karno menggelorakan Manifesto Politik USDEK. Dia menggalang
dukungan dari semua kekuatan NASAKOM.
Namun di
tengah tingginya persaingan politik Nasakom itu, pada tahun 1963, bangsa ini
berhasil membebaskan Irian Barat dari cengkraman Belanda. Saat itu yang menjadi
Panglima Komando Mandala (pembebasan Irja) adalah Mayjen Soeharto.
Tahun 1964-965, Bung Karno kembali menggelorakan semangat revolusioner bangsanya ke dalam peperangan (konfrontasi) melawan Federasi Malaysia yang didukung Inggris.
Sementara, dalam kondisi itu, tersiar kabar tentang sakitnya Bung Karno. Situasi semakin runyam tatkala PKI melancarkan Gerakan 30 September 1965. Tragedi pembunuhan tujuh jenderal Angkatan Darat tersebut menimbulkan situasi chaos di seluruh negeri. Kondisi politik dan keamanan hampir tak terkendali.
Tahun 1964-965, Bung Karno kembali menggelorakan semangat revolusioner bangsanya ke dalam peperangan (konfrontasi) melawan Federasi Malaysia yang didukung Inggris.
Sementara, dalam kondisi itu, tersiar kabar tentang sakitnya Bung Karno. Situasi semakin runyam tatkala PKI melancarkan Gerakan 30 September 1965. Tragedi pembunuhan tujuh jenderal Angkatan Darat tersebut menimbulkan situasi chaos di seluruh negeri. Kondisi politik dan keamanan hampir tak terkendali.
Pergolakan politis pada akhir masa Orde Lama juga terjadi di Malang
karena aktifitas PKI / Komunis cukup banyak mempengaruhi masyarakat terutama
golongan pemuda. Terjadi rapat2 umum, demonstrasi, kerusuhan dan bentrokan
fisik antara pendukung Komunis dengan pendukung Pancasila, salah satunya yang
terkenal adalah penyerbuan Gedung Sarinah sekarang. Akhirnya kelompok Komunis dapat
dikalahkan dan melarikan diri ke daerah Blitar sehingga dilakukan operasi
militer Sandhi Yudha yang mengakhiri petualangan Komunis di Indonesia.
Menyadari
kondisi tersebut, Bung Karno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 kepada
Jenderal Soeharto. Ia mengangkat Jenderal Soeharto selaku Panglima Komando
Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang bertugas mengembalikan keamanan dan
ketertiban. Langkah penertiban pertama yang dilakukan Pak Harto, sejalan dengan
tuntutan rakyat ketika itu, membubarkan PKI.
Bung Karno, setelah
tragedi berdarah tersebut, dimintai pertanggungjawaban di dalam sidang istimewa
MPRS tahun 1967. Pidato pertanggungjawaban Bung Karno ditolak. Orde Lama
dibawah pimpinan Presiden Soekarno berakhir setelah didahului oleh
pemberontakan Partai Komunis Indonesia yang gagal pada tanggal 30 September
1965.
Dengan berbekal Surat Perintah tertanggal 11 Maret 1966, Panglima Komando
Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Kostrad) pada waktu itu, Letjen TNI
Soeharto membubarkan PKI dan organisasi-organisasi masyarakat yang dinaunginya.
Kemudian Pak Harto diangkat
selaku Pejabat Presiden. Pak Harto dikukuhkan oleh MPRS menjadi Presiden RI
yang Kedua, Maret 1968.
Gerakan pembersihan terhadap unsur-unsur PKI ini kemudian berbuntut pada
pembunuhan puluhan (ada pula yang mengatakan ratusan) ribu penduduk Indonesia
yang dicurigai terlibat atau bersimpati pada gerakan komunis. Kuatnya stigma
komunis yang menakutkan banyak orang membuat sampai kini belum pernah ada
penyelidikan independen mengenai korban-korban yang jatuh pada saat itu,
meskipun diyakini tidak semua korban memang terbukti bersalah.
Atas dukungan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang dipimpin oleh
Ketuanya saat itu, Letjen TNI Abdul Harris Nasution, Letjen TNI Soeharto
kemudian dikukuhkan menjadi pejabat Presiden Republik Indonesia. Kekuasaan Orde
Baru dibawah presiden kedua ini dikukuhkan melalui pemilihan umum tahun 1971.
Sementara
pembangunan ekonomi, selama 22 tahun Indonesia merdeka, praktis dikesampingkan.
Kalaupun ada, pembangunan ekonomi dilaksanakan secara sporadis, tanpa panduan
APBN. Pembangunan dilakukan hanya dengan mengandalkan dana pampasan perang
Jepang.
Dari dana
pampasan perang itu, Bung Karno membiayai pembangunan fisik, antara lain, Hotel
Indonesia, Jembatan Semanggi, Gedung Sarinah, Stadion Senayan, Bendungan
Jatiluhur, Hotel Samudra Beach, Hotel Ambarukmo Yogyakarta, Bali Beach dan
Sanur Beach di Bali.
Soekarno Juga
memulai membangun Gedung MPR/DPR, Tugu Monas dan Masjid Agung Istiqlal yang
kemudian dirampungkan dalam era pemerintahan Pak Harto. Emas murni di pucuk
Monas yang tadinya disebut 35 kilogram ternyata hanya 3 kilogram, kemudian
disempurnakan pada era pemerintahan Orde Baru.
Daftar Pustaka
Anshoriy,
Nasruddin ; Djunaedi tjakrawerdaja. 2008.Rekam
jejak dokter pejuang dan pelopor kebangkitan nasional. Yogyakarta : Lkis.
Muslim,Efendi.2013.Contoh Kasus kepemimpinan. http://nohfendi.blogspot.com/2013/01/contoh-kasuskepemimpinan.html (Diunduh pada 6 Mei 2013)
Nalia,Wahyu.2011.
Sejarah Presiden Pertama Negara. http://wahyunalia.blogspot.com/2011/06/sejarah-presiden
pertamanegara.html (Diunduh
pada 6 Mei 2013)
NN. TT.
Biografi soekarno presiden pertama http://www.biografi-tokoh.com/2012/11/biografi-soekarno-presiden-pertama.html (Diunduh pada 6 Mei 2013)
Nurdiana,
Dina. 2009. Revolusi. http://irsoekarno.wordpress.com/category/revolusi/. (Diunduh pada 6 Mei 2013)
Zhepa, Rusdi. 2012. Perkembangan
pemerintah orde lama orde baru dan reformasi. http://rushdiezhepa.wordpress.com/2012/08/23/perkembangan-pemerintah-orde-lama-orde-baru-dan-reformasi/. (Diunduh pada 6 Mei 2013).
.
mungkin jenis tulisannya harus di perbaiki, karena klau model begini kurang dapat di mengerti dan mengganggu . orang yang baru lihat saja sudah malas untuk membacanya.
BalasHapustitanium undertaker - TITOMBIA® - Titanium Art
BalasHapustitanium undertaker is the latest and best 2020 escape titanium design and concept created by Titanium Studio and 2018 ford fusion energi titanium was created to create the rocket league titanium white most titanium mug impressive and unique ti89 titanium calculators game